Jumat, 30 November 2012

RESENSI NOVEL
“MOGA BUNDA DISAYANG ALLAH”
KESABARAN ADALAH KUNCIMENUJUMUKZIZAT ALLAH
Judul buku : Moga Bunda Disayang Allah
Resentator : (nama kamu)
Penulis : Tere Liye
Penerbit : Republika
Edisi : 5
Jumlah Halaman : 247 halaman
Penulis yang satu ini seakan menyembunyikan atau bisa dikatakan tak ingin memberitahukan
tentang kepribadiannya secara jelas, berbeda dengan penulis novel pada umumnya. Terbukti
dari semua novel yang telah ia buat, tak ada sekilas biodata penulis di halaman terakhir
maupun sampul belakang novel-novelnya. Meski ia tidak memperkenalkan dirinya secara
jelas namun karya-karyanya selalu menarik dan terkenal, salah satunya adalah novel berjudul
“Moga Bunda Disayang Allah”.
Di dalam novel ini, Tere Liye menceritakan tentang seorang anak bernama Melati yang
terlahir dengan rambut ikalyang mengombak, pipi yang tembam, mata hitam legam seperti
biji buah leci dan gigi kecil bak gigi kelinci. Dia adalah anakdari orang tua yang terpandang
di daerah tersebut. Orang tuanya, Tuan dan Nyonya HK begitu menyayangi putri kecilnya
yang amat lucu dan menggemaskan itu.
Namun kebahagiaan mereka tak lama kemudian pupus ketika Melati mengalami kecelakaan
yang membuat ia buta dan tuli total sebelum anak itu sempat mengenal benda, mengenal
dunia, mengenal kata-kata bahkan mengenal Penciptanya. Doa dan harapan terus
dipanjatkan oleh kedua orangtuanya, segala macam pengobatan telah dicoba untuk menolong
anak kesayangannya. Tak hanya itu, pengasuh anak maupun psikolog anak yang digaji untuk
mendekati dan berkomunikasi dengan Melati pun sudah banyak yang menyerah dengan
Melati. Hingga akhirnya ia dipertemukan oleh Pak Guru Karang.
Karang adalah seorang pemuda biasa yang memiliki jiwa sosial yang luar biasa kepada
anak – anak. Dalam cerita ini, sosok Karang mampu ikut merasakan perasaan anak-anak yang
berdiri di depannnya. Ia dengan mudah dapat mendekati anak-anak dan juga mudah menarik
perhatian anak-anak dengan kepandaiannya dalam bercerita. Karena kecintaannya dengan
anak-anak dan juga kepandaiannya dalam hal bercerita, ia telah mendirikan ratusan taman
bacaan untuk anak-anak di berbagai kawasan disekitar ibu kota.
Namun kali ini Karang merasa kesulitan dalam menghadapi Melati. Anak kecil yang hanya
melihat gelap, hitam kosong tanpa warna.Hanya mendengar senyap sepi, tak ada nada. Tak
hanya kekurangan yang di miliki Melati yang membuatnya merasa kesulitan, kesulitan itu
semakin terasa karena masa lalu Karang yang begitu menyakitkan. Kecelakaan di laut yang
dialaminya beberapa tahun silam menewaskan 18 anak didiknya, termasuk anak didik
kesayangannya yang bernama Qintan. Kejadian tersebut membuat batin dan jiwanya sangat
terpukul hingga merubah dirinya menjadi pemabuk,keluar di malam hari, mengurung diri di
kamar kos milik Ibu Gendut dari pagi hingga sore hari.
Dengan permohonan Nyonya HK dan bujukan dari Ibu Gendut itu, Karang dapat
menghiraukan rasa kesulitan itu menjadi semangat kembali dan berusaha menemukan
bagaimana cara Karang agar Melati dapat mengenal segala yang belum ia kenal. Dan dengan
kesabaran Karang dalam menghadapi Melati, akhirnya Allah memberikan mukzizat-Nya.
Melati dapat mengenal dunianya melalui kedua telapak tangannya dan Karang juga berubah
menjadi Karang yang dulu. Karang yang telah mengikhlaskan masa lalunya dan kembali
menyayangi anak-anak dan membuka taman bacaannya lagi.
Kelebihan dari novel ini, penulis menggambarkan karakter Melati, Bunda dan Karang dalam
peran yang terasa seimbang. sehingga tidak bisa dibedakan mana yang lebih pantas disebut
sebagai tokoh utama. Ceritanya begitu menyentuh dan ketiga karakter tersebut memiliki jalan
cerita masing-masing namun selalu berkaitan.
Karang yang rapuh karena dihantui oleh masa lalu dan Melati yang tak bisa mengenal
dunianya karena kehilangan penglihatan dan pendengarannya diceritakan dengan runtut
hingga akhirnya kedua tokoh ini dipertemukan dan menemukan jawaban atas penderitaan
yang mereka alami
Kekurangan dalam novel ini terdapat pada gaya bahasa dari novel yang menggunakan bahasa
sehari-hari yang tidak baku. Pilihan penulis dalam penempatan setting dan kegiatan
pendukung dalam novel terasa kurang tepat. Dalam noveltersebut, semua tokoh digambarkan
sebagai orang muslim namun pada akhir cerita menggambarkan suasana pesta kembang api
yang dirayakan pada tahun baru Imlek oleh masyarakat termasuk para tokoh novel. Dan juga
ada beberapa tokoh yang tidak terlalu jelas namanya seperti Tuan HK, Nyonya HK dan Ibu
Gendut.